Kompetensi

kompetensi kunci

Beberapa waktu lalu saya mendapatkan pertanyaan tentang kompetensi dan pengelolaan SDM berbasis kompetensi. Pertanyaan itu mengantarkan kepada masa-masa delapan tahun silam saat saya mendapat penugasan untuk mengembangkan kompetensi di area baru pada sebuah perusahaan.

Baiklah, pembicaraan tentang kompetensi ini akan kita mulai dari pertanyaan

Apakah Kompetensi itu?

Kompetensi merupakan karakteristik yang mendasari perilaku yang dibawa seseorang yang berkinerja unggul di tempat kerja. Kompetensi dapat diartikan pula sebagai indikator kinerja berupa perilaku di tempat kerja yang diyakini dapat memprediksi kemampuan di masa mendatang. Kompetensi juga dapat dipahami sebagai penguasaan seseorang atas perpaduan pengetahuan, keterampilan dan karakteristik.

Kenapa harus Kompetensi?

Tren saat ini adalah  kerja berbasis organisasi tim yang multi keterampilan, lintas fungsional dan kemandirian yang memungkinkan pekerja memiliki otonomi yang lebih besar dalam mencapai tujuannya. Sehingga kompetensi menjadi hal yang penting.

Lalu apa itu kamus kompetensi?

Kamus kompetensi merupakan sebuah katalog yang berisi daftar seluruh kompetensi berikut uraiannya, baik yang bersifat dasar maupun berupa keterampilan profesional dan fungsional yang diperlukan perusahaan.

Dalam kamus kompetensi terdapat level kompetensi, yaitu tingkat penguasaan atas suatu jenis kompetensi, yang tergradasi dari sederhana hingga kompleks, paling sempit sampai dengan luas, dan paling mudah hingga sulit.

Competency matrix apa pula itu?

Dokumen yang berisi identifikasi standar level kompetensi jabatan. Dokumen tersebut selanjutnya akan digunakan dalam berbagai aktivitas pengembangan sumber daya manusia, yaitu rekrutmen, training, performance management, dll

Kompetensi bersumber darimana?

Ada lima sumber yaitu motif, karakteristik pribadi (traits), konsep diri, pengetahuan (knowledge), dan keterampilan (skills).

Komponen kompetensi motives dan traits disebut hidden competency atau juga core personality, komponen ini sulit untuk dikembangkan dan sulit untuk mengukurnya. Komponen kompetensi knowledge dan skills biasa disebut visible competency atau surface personality, komponen ini cenderung terlihat, mudah dikembangkan dan mudah dalam pengukurannya, sedangkan komponen self concept berada diantara kedua kriteria kompetensi tersebut.

Bagaimana mengembangkan model kompetensi?

Ada beberapa pendekatan dalam mengembangkan model kompetensi, salah satunya dengan melakukan tiga tahap dalam pengembangan kompetensi, yaitu dimulai dengan mengumpulkan data dan persiapan, kemudian data yang telah diperoleh dilakukan analisis, kemudian data dilakukan validasi.

Pengumpulan data diawali dengan memahami visi misi organisasi, struktur organisasi, proses bisnis perusahaan, dokumen analisis jabatan dan wawancara expert. Lalu dilakukan analisis. Kemudian mulai dibuat dan dipresentasikan secara panel dengan expert untuk validasi

Bagaimana mengukur kompetensi?

Ada beberapa cara mengukur kompetensi, diantaranya adalah dengan assessment center, wawancara dengan metode BEI (Behavior Event Interview), dan juga penilaian 360 derajat.

Nah kalau ingin belajar lebih lanjut, berikut sumber bacaan yang saya rekomendasikan:

Shermon, G. (2005). Competency based human resources management: A strategic research for competency mapping assesment and development centers. New Delhi. Tata Mc Graw Hill

Spencer, L. M. & Spencer, S. M. (1993). Competence at work. New York. Wiley

Belajar R Statistik

RSebagai peneliti yang tergolong pemula dan masih harus banyak belajar, penguasaan perangkat lunak statistik adalah sesuatu yang tak bisa dihindarkan, statistik rasanya perlu saya jadikan kawan akrab, karena Ia akan membantu saya menjelaskan data-data yang saya peroleh. Nah, awal bulan lalu saya berkesempatan belajar tentang R statistik dari para ahli di Bandung. Training tentang R Statistik dibawakan oleh Pak Heru Wiryanto dan Pak Aswin Januarsjaf. Acara di arrange oleh Pak Medianta Tarigan dari Bina Karir.

Ada beberapa hal yang membuat R statistik menarik bagi saya, R merupakan platform open sources sehingga siapa saja bisa menginstall nya dengan GRATIS, R bisa di install di komputer dengan OS Windows, Mac, ataupun Linux. Kemudian R bisa digunakan untuk melakukan beberapa fungsi, untuk psikometri, baik dengan CTT (teori tes klasik) ataupun IRT (item response theory) bisa dijalankan menggunakan R. Di samping penggunaan R untuk perhitungan, teman saya bahkan ada yang menggunakannya untuk analisis citra digital. Panduannya banyak kalau kita mau googling. Grafik yang dihasilkan bagus, dan yang menarik output hasil statistiknya itu lho sudah terformat sesuai apa yang harus kita laporkan.

Namun demikian tidak dipungkiri, meski saya sudah belajar 3 hari berturut-turut, R ini command nya banyak banget, jadi kalau hanya mengandalkan memori jangka pendek, yah gampang lupa. Trus kalau kita salah command lalu munculnya error.. haha kalau sudah begitu ada 2 kemungkinan, bisa jadi penasaran atau malah mutung. hahahaha. Untuk Anda yang suka coding mengcoding saya pikir ini adalah tantangan yang luar biasa menantang. Kalau kesulitan dengan coding, ada juga shiny yang sudah diciptakan para ahli, dan mereka menshare dengan bebas. Luar Biasa!!!

Kenapa namanya R? Saya juga penasaran, setelah cari tahu sana sini, ternyata karena R project dikembangkan oleh Robert Gentleman dan Ross Ihaka (nama R untuk sofware ini berasal dari huruf pertama nama kedua orang tersebut) yang bekerja di departemen statistik Universitas Auckland tahun 1995.

Mulai tertarik?

Untuk menggunakan R bisa dimulai dengan menginstall R dan menginstall R Studio.

Komunitas pengguna R statistik di seluruh dunia berkembang pesat, biasanya mereka membagikan pengetahuannya melalui platform Rpubs.

Selamat mencoba!

Berkenalan dan Belajar Aplikasi Model Rasch untuk Penelitian (Jilid 2)

rasch

Pelatihan Aplikasi Model Rasch yang diadakan di Psikologi Undip diadakan dari jam 9 pagi hingga jam 4 sore, dengan break makan siang. Sebenarnya itu kurang ideal, karena idealnya pelatihan dilaksanakan selama 2 hari, tapi tak apalah ibarat makan makanan ini adalah episode “icip-icip” dulu. Saya merasa bahwa penyampaian materi mudah dipahami dan cukup memancing rasa ingin tahu. Beberapa kali ada audiens yang mendebat, tetapi bisa dijelaskan dengan baik oleh trainer. Beberapa senior di kampus nampak tertarik, ada yang nampak sulit menerima (saya baca dari wajahnya, hehehe maaf ya interpretatif) tapi ada yang antusias sampai maju ke depan dan ikut menulis di papan tulis untuk menyampaikan maksudnya. Sewaktu ishoma beberapa masih ada yang nampak belum mendapat “clue” dan bertanya-tanya apa itu LOGIT? Namun setelah sesi siang mencoba software winstep, nampak lebih terang benderang.

Jadi apa itu sebenarnya Rasch?

Pemodelan Rasch diperkenalkan oleh Georg Rasch (1960 an), merupakan salah satu model Item Response Theory (IRT) paling populer. Kalau sebelumnya Anda pernah belajar psikometri mungkin sudah kenal dengan konsep Teori Tes Klasik (CTT) dan IRT. Nah selama ini yang banyak kita gunakan dalam pengukuran lebih didominasi oleh Teori Tes Klasik. Padahal ada beberapa keterbatasan dari teori tes klasik ini. Teori skor klasik digagas Charles Spearman (1904), asumsi dasarnya menyebutkan bahwa skor mentah merupakan skor murni ditambah error. Dari skor mentah inilah berbagai analisis dan interpretasi bisa dihasilkan sesuai kepentingan studi yang dilakukan.

Kegunaan utama dari CTT adalah untuk mendapatkan skor mentah dari satu ujian atau satu pendapat tentang sesuatu atau satu kecenderungan ttg suatu hal, yang menunjukkan kemampuan atau kecenderungan seseorang. Dari skor mentah ini maka berbagai analisis dan interpretasi bisa dihasilkan sesuai dengan keperluan studi yang dilakukan, diantaranya mendapatkan statistik deskriptif, tingkat kesulitan aitem, daya diskriminasi aitem, korelasi aitem dengan total, dan pembobotan aitem.

Bila CTT berfokus pada skor hasil yang didapat, IRT tidak tergantung pada sampel aitem tertentu atau orang yang dipilih dalam suatu ujian (item free and person free). Pola ini menyebabkan pengukuran yang dilakukan lebih tepat dan butir aitem pun dilakukan kalibrasi. Pemodelan pengukuran Rasch adalah satu cara untuk membuat mengukur sesuatu menjadi lebih berarti. Maksudnya adalah berusaha memberikan pengukuran yang objektif, mendekati pengukuran di ilmu alam.

Untuk menghasilkan temuan dari suatu riset, suatu pengukuran hendaknya memenuhi syarat bahwa: 1). memberikan ukuran yang linier, 2). mengatasi data yang hilang, 3). membrikan estimati yang tepat, 4). menemukan yang tidak tepat (misfits) atau tidak umum (outliers), 5). memberikan instrumen pengukuran yang independen dari parameter yang diteliti. Dan syarat-syarat tersebut dapat dipenuhi oleh pemodelan pengukuran Rasch.

Nah ini penjelasan yang amat singkat tentang Rasch, jika ada waktu untuk langsung mencobakan dengan software maka akan jauh lebih mudah dipahami. Akan saya lanjutkan cerita ini besok-besok ya…. Saya juga masiih belajar….

Sources :

http://rasch.org/

http://deceng3.wordpress.com

Related post :

http://psikologi.undip.ac.id/?id=226

Berkenalan dan Belajar Aplikasi Model Rasch untuk Penelitian (Jilid 1)

Hampir setahun lalu, tepatnya di bulan September tahun 2013 saya melihat ada rilis di Grup Diskusi Metodologi Penelitian Psikologi tentang buku baru yang ditulis oleh Pak Wahyu Widhiarso (di kampus dulu kami sering memanggilnya mas WeJe).  Grup Diskusi Metodologi Penelitian itu adalah grup yang digagas Pak Wahyu dengan menggunakan media facebook, terus terang saja saya lebih banyak masih menjadi silent reader saja, sesekali memberikan komen tapi sangat amat jarang sekali. Grup itu menarik buat saya, tapi terkadang membuat melongo, jangan tanya kenapa ya.. you know laaah… 😛

Nah siapakah Pak Wahyu Widhiarso atau yang dikenal dengan mas Weje? Beliau adalah dosen di Fakultas Psikologi UGM yang saat ini sedang kuliah S3 di Jena Jerman, konsentrasinya Psikometri, noted! Beliau ini yang saya tau sejak dulu adalah sosok yang baik hati, rendah hati  dan suka berbagi ilmu. Beberapa kali saya bersama teman saat kuliah dulu pernah menemui beliau untuk tanya-tanya tentang statistik dan juga sering mengkonsumsi artikel-artikelnya. Terima kasih mas Weje untuk artikel-artikel yang di share for free di blog, sangat membantu sekali. Harapan saya sih artikel-artikel itu juga akan dibukukan suatu hari nanti. Jadi ketika ada tawaran buku yang ditulis oleh beliau tentu saja tanpa berpikir panjang saya berusaha untuk mendapatkannya. Buku itu ternyata ditulis berdua dengan penulis yang lain yang belum saya kenal sebelumnya, yaitu Pak Bambang Sumintono.

Ketika menerima buku itu, saya mulai membacanya dan menyampaikannya kepada rekan-rekan di kampus, ada dua orang rekan yang juga punya ketertarikan. Kebetulan semester lalu saya mengajar mata kuliah Konstruksi Alat Ukur Psikologi, sehingga buku ini menjadi sesuatu yang datang di “saat yang tepat” karena saya sedang banyak membaca tentang penyusunan skala psikologi dan pengukuran psikologi. Beberapa hal tidak saya mengerti, penjelasan tentang ministep juga rasanya tidak ada clue sama sekali pada waktu itu. Akhirnya buku itu tenggelam dalam tumpukan laporan, koreksian, bimbingan dll. Sampai pada suatu hari di awal tahun 2014, di Grup Metodologi Penelitian Psikologi kembali ramai bahwa akan diadakan pelatihan terkait buku itu. Penasaran juga, waktu itu beberapa pelatihan di Jogja sudah terlewat, yang paling dekat adalah pelatihan di Psikologi Unair. Hasil grenengan bersama teman, ingin juga ke Surabaya untuk ikut. Karena sesuatu yang baru tentang pengukuran dan alat ukur psikologi, menurut kami sangat penting dalam penelitian dengan pendekatan kuantitatif. Namun hal itu juga belum bisa terwujud karena satu dan lain hal.

Minat untuk mengikuti training itu masih cukup besar, terlebih setelah ngobrol-ngobrol dengan beberapa rekan di kampus. Akhirnya saya mencoba mengirim email untuk menanyakan tentang availability trainer, awalnya saya email ke penerbit, tetapi kemudian disarankan untuk langsung mengirim email kepada Pak Bambang Sumintono (beliau ini dosen di Institute Educational Leadership, Universitas Malaya, Malaysia). Email terkirim, balasan juga datang dalam waktu yang cukup singkat, ada beberapa hal yang cukup membuat takjub karena rendah hati nya pak Bambang Sumintono dalam balasan email tersebut. Padahal awalnya saya berpikir saya akan berurusan dengan manajer nya pak Bambang Sumintono… 🙂

Namun sayangnya, karena berurusan dengan proposal di kampus tidak bisa mendadak, pada akhirnya saat itu kami kehilangan kesempatan untuk dapat mengundang beliau, karena beliau hendak kembali ke Malaysia. Waktu itu saya juga bolak balik Semarang-Magelang untuk memantau KKN mahasiswa di Borobudur, sehingga beberapa kali saya terlambat membalas email.

Sampai suatu hari saya kembali di email oleh pak Bambang, menanyakan apakah masih berminat mengundang karena kepulangannya ke Malaysia ditunda. Langsung saja saya berkoordinasi, membuat proposal dan lain lain, alhamdulillah 19 Maret 2014 kami di Psikologi Undip bisa belajar tentang Aplikasi Metode Rasch dalam penelitian.

I/O Psychologist? Yes I am!

IO psychologist

 

I/O Psychology is one of field in Psychology that applied into workplace. Experts in I/O psychology called I/O psychologist. They concerned to applying psychology to the workforce to improve employee attitude and behavior and help to earn the organization’s effectiveness. For me, knowledge about I/O psychology is very interesting, because industry without employee is impossible, so how to attract, retain, and maximizing potency of employee is important.

My journey to learn about I/O psychology begin from undergraduate, but I began to fall in love with this subject after I graduated from Faculty Psychology Gadjah Mada University and work for a national company which has a manufacture & retail business of apparel. Then I continued my study into master programme and professional program at the same university. Actually being an I/O psychologist is not only scientist but also practitioner in the same time. I ever work in national mining company when I doing an internship for the professional psychologist, and it’s a valuable experience for my career now. Being lecturer is my current job. Sharing knowledge and experience is a enjoyable activity. But, sometime i found the student who still confuse with their research theme.

Through this blog, I’ll share about several issue in I/O psychology. If you still confuse with theme for your “skripsi”, maybe you must read this first. Here I write about several theme in I/O psychology that i read from European Association of Work and Organizational Psychology. 

Actually in I/O Psychology we can spread into two branch, i.e. Industrial psychology and Organiational psychology. Industrial psychology is concerned with molecular issue while Organizational Psychology takes a molar approach. This table will describe it:

I O psych table

From this table we can see that many branches studied in I/O Psychology, so you can choose a theme for your thesis for those table. If you want a specific theme, maybe this site is recomended for you. Happy writing!

credits:

Picture, table and information gathering from :

http://www1.appstate.edu/~huelsman/What_is_IO_Psych.html

http://www.eawop2015.org/Submission-Registration/Topics-of-Submission

http://www.aventis.edu.sg/blog/?tag=industrial-organizational-psychology

 

Gen Y dalam dunia kerja

“harapan dari Gen Y terhadap perusahaan, yaitu; lingkungan kerja yang menyenangkan,  kehidupan nomor satu dan pekerjaan nomor dua, pemberian penghargaan berdasarkan kinerja, tidak birokratis, menyelesaikan tugas-tugas dengan kecepatan mereka sendiri dan dalam gaya mereka sendiri, melakukan apa yang ingin mereka lakukan, rekan kerja dan atasan sebagai teman, mengharapkan umpan balik langsung, menyukai keberagaman dan akses teknologi yang cepat.” – See more at: http://ppm-manajemen.ac.id/gaya-kepemimpinan-fit-match-untuk-generasi-y/#sthash.iXQfQ4g8.dpuf

Dari tiga tempat kerja yang saya singgahi agak lama (baca: lebih dari 6 bulan, di luar kerja sebagai associate dan freelancer), tempat kerja saya yang terakhir punya sesuatu yang unik. Dari segi keragaman budaya saya kira tidak banyak, dua kantor saya sebelumnya jauh lebih berwarna, dari berbagai suku ada, dari yg kulit putih, kulit sawo matang, rambut lurus, rambut keriting, ngomong halus, ngomong teriak, ngomong kasar.. lengkap.

Nah tapi anehnya, saya rasakan di kantor saya yang ketiga inilah justru yang lebih “berwarna”, lama saya perhatikan, lalu saya mencoba menyimpulkan bahwa ada perbedaan generasi yang cukup mencolok. Bisa dikatakan 3 generasi. Kalau baca dari literatur, saya ini termasuk gen Y… Angkatan di atas saya bisa dibilang gen X… nah angkatan di atasnya lagi.. kita sebut gen apa ya?

Artikel yg sy cuplik di atas menggambarkan bahwa generasi sebelum kami seringkali menjuluki generasi kami adalah orang-orang yang sulit diatur, suka semaunya sendiri. Hehehehe.. Apakah itu salah?

Saya rasa semuanya terjadi karena ada Perubahan dalam berbagai sisi kehidupan… dan tak dapat dihindari kaum muda adalah kaum yang berbahaya… So, mungkin ada baiknya antar generasi saling memahami supaya lebih solid dalam bekerja. Terutama leader yang harus dapat memahami karakter para bawahannya…